Langsung ke konten utama

Mentahjiz Korban Virus Covid 19


Mentahjiz Korban Virus Covid 19

Pertanyaan :
Bagaimana cara men"tajhiz" mayit yg mati karena korona yang mana, meskipun mati, tetap dikhawatirkan penularanx,
1. Apakah wajib dimandikan
2. Disholatkan
2. Dikuburkan kayak mayit biasa
Sa'il : Ust. Muthohar Lumajang

Jawaban :
1. Jika menurut ahli memandikan jenazah Corona dengan cara standar tersebut masih membahayakan bagi yang memandikan atau penyebaran virusnya, maka jenazah tersebut boleh dimandikan dengan cara menuangkan air ke badan jenazah saja, tanpa dalku (digosok).

وصب على مجروح أمكن الصَّب عليه من غير خشية تقطُّعٍ أو تزلعٍ ماءٌ من غير ذلك ؛ كمجدور ونحوه ، فيُصبُّ الماء عليه إن لم يَخَفْ تزلُّعه أو تقطُّعه فإن لم يُمكن بأن خيف ما ذَكَرَ يُمِّمَ
“Cukup dituangkan air pada jenazah dengan wabah menular sekedar kemampuan menuangkannya, tanpa unsur khawatir terlepasnya anggota badan jenazah, atau dirusakkan oleh air, dan semacamnya. Seperti orang yang tertimpa cacar misalnya, maka cukup dituangkan air ke badan jenazah, jika tidak takut rusaknya badan jenazah atau terpotongnya. Namun, jika khawatir lepas, atau rusaknya jenazah, sebagaimana yang telah kami sebutkan, maka ditayamumi.” (Al-Syarhu al-Kabir li al-Rafii, Juz 4, halaman 410).

Sebagaimana penjelasan dalam al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah berikut:

أَمَّا إِنْ كَانَ لَا يَنْقَطِعُ بِصُبِّ الْمَاءِفَلَا يُتَيَمَّمُ بَلْ يُغْسَلُ بِصُبِّ الْمَاءِ بِدُوْنِ دَلْكٍ.
"Adapun jika (tidak dikhawatirkan) akan rontok bila sekedar dituangi air, maka tidak boleh ditayamumi, namun harus dimandikan dengan cara dituangi air tanpa digosok" (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 476).

2. Jika hal itu tidak bisa dilakukan juga, maka boleh tidak dimandikan dan diganti dengan ditayamumkan.

(ﻗﻮﻟﻪ ﺃﻭ ﺧﻴﻒ ﺇﻟﺦ) ﻋﻄﻒ ﻋﻠﻰ ﺗﻬﺮﻯ ﺃﻱ ﻭﻟﻮ ﻏﺴﻞ ﺗﻬﺮﻯ اﻟﻤﻴﺖ ﺃﻭ ﺧﻴﻒ ﻋﻠﻰ اﻟﻐﺎﺳﻞ ﻣﻦ ﺳﺮاﻳﺔ اﻟﺴﻢ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺮﺩﻱ
"Jika ada jenazah bila dimandikan tubuhnya akan mengelupas atau dikhawatirkan menularnya racun kepada orang yang memandikan, maka jenazah tersebut ditayammumi" (Syekh Ibnu Hajar, Tuhfah Al Muhtaj 3/184)

وَيَقُوْمُ التَّيَمّمُ مَقَامَ غَسْلِ الْمَيِّتِ عَنْ فَقْدِ الْمَاءِ أَوْ تَعَذّرِ الْغَسْلِ كَأَنْ مَاتَ غَرِيْقًاوَيُخْشَى أَنْ يَتَقَطَّعَ بَدَنُهُ إِذَا غُسِلَ بِدَلْكٍ أَوْ يُصَبَّ الْمَاءُ عَلَيْهِ بِدُوْنِ دَلْكٍ.
"Dan tayamum dapat menggantikan memandikan mayit karena tidak ada air atau karena tidak dimungkinkan dimandikan, semisal orang mati tenggelam dan dikhawatirkan tubuhnya akan rontok jika dimandikan dengan digosok atau jika dituangi air tanpa digosok" (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 476).

3. Dan jika hal itu juga tidak dapat dilakukan karena dalam kondisi darurat, maka jenazah boleh langsung dikafani dan disholati, tanpa dimandikan atau ditayamumkan. Karena kondisi darurat atau sulit tersebut, maka boleh mengambil langkah kemudahan (al-masyaqqoh tajlibut taisir).
Hal tersebut sebagaimana firman Allah Swt:
وما جعل عليكم فى الدين من حرج
“Dan Dia tidak pernah sekalipun menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS: al-Haj ayat: 78).



مغني المحتاج - (ج 1 / ص 360)
 ( فَلَوْ مَاتَ بِهَدْمٍ وَنَحْوِهِ ) كَأَنْ وَقَعَ فِي بِئْرٍ أَوْ بَحْرٍ عَمِيقٍ ( وَتَعَذَّرَ إخْرَاجُهُ وَغُسْلُهُ ) وَتَيَمُّمُهُ ( لَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِ ) لِفَوَاتِ الشَّرْطِ كَمَا نَقَلَهُ الشَّيْخَانِ عَنْ الْمُتَوَلِّي وَأَقَرَّاهُ . وَقَالَ فِي الْمَجْمُوعِ لَا خِلَافَ فِيهِ .قَالَ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ : وَلَا وَجْهَ لِتَرْكِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ ؛ لِأَنَّ الْمَيْسُورَ لَا يَسْقُطُ بِالْمَعْسُورِ ، لِمَا صَحَّ { وَاذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ } ؛ وَلِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ هَذِهِ الصَّلَاةِ الدُّعَاءُ وَالشَّفَاعَةُ لِلْمَيِّتِ وَجَزَمَ الدَّارِمِيُّ وَغَيْرُهُ أَنَّ مَنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ صُلِّيَ عَلَيْهِ .قَالَ الدَّارِمِيُّ : وَإِلَّا لَزِمَ أَنَّ مَنْ أُحْرِقَ فَصَارَ رَمَادًا أَوْ أَكَلَهُ سَبُعٌ لَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِ وَلَا أَعْلَمُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِنَا قَالَ بِذَلِكَ ، وَبَسَطَ الْأَذْرَعِيُّ الْكَلَامَ فِي الْمَسْأَلَةِ ، وَالْقَلْبُ إلَى مَا قَالَهُ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ أَمْيَلُ ، لَكِنَّ الَّذِي تَلَقَّيْنَاهُ عَنْ مَشَايِخِنَا مَا فِي الْمَتْنِ اهـ  وَيَنْبَغِي تَقْلِيدُ ذَلِكَ الْجَمْعِ لَا سِيَّمَا فِي الْغَرِيقِ عَلَى مُخْتَارِ الرَّافِعِيِّ فِيهِ تَحَرُّزًا عَنْ إزْرَاءِ الْمَيِّتِ وَجَبْرًا لِخَاطِرِ أَهْلِهِ


حاشية الدسوقي على الشرح الكبير لمختصر خليل - (ج 2 / ص 300
وأما من تعذر غسله وتيممه كما إذا كثرت الموتى جدا فغسله مطلوب ابتداء لكن يسقط للتعذر ولا تسقط الصلاة عليه، وبهذا قرر طفي فيما يأتي عند قوله وعدم الدلك لكثرة الموتى.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

62. Berbakti Kepada Mertua

Pertanyaan : 1. apakah kita juga diperintahkan untuk berbakti kepada mertua sebagaimana kita diperintahkan untuk berbakti pada kedua orang tua ? 2. Apakah ancaman uququl walidain juga mengarah pada menantu yang durhaka pada mertuanya? Jawaban : 1. Berbakti Kepada Keluarga Dan Sanak Saudara Merupakan Anjuran Dari agama, Namun dalam Urutan yang Perlu Didahulukan adalah Ibu Kandung, Ayah Kandung, anak, Kakek dan Nenek, saudara Kandung Dan Seluruh Mahram Kemudian Mertua. Jadi kita Juga dianjurkan Untuk berbakti Kepda Mertua Namun Tidak Setara Dengan Anjuran kita Berbakti Kepada Orang Tua. 2. Karena Berbakti Kepada Mertua adalah Sebagaimana Bermuasyarah Dengan Mahram yang lain, maka Durhaka Kepdanya Tidak sama Dengan durhaka Kepda Orang Tua. Ibarat : كتاب بر الوالدين وصلة الأرحام : ٣٧ . قال الإمام النووي رحمه الله: يستحب أن تقدم الأم في البر ثم الأب ثم الأولاد ثم الأجداد والجدات ثم الأخوة والأخوات ثم سائر المحارم من ذوي الأرحام كالأعمام والعمات والأخوال والخالات ويقدم الأقرب...

66. Sholat Taraweh Di sela2i Ngopi

  Deskripsi Masalah : Di suatu daerah mengadakan sholat traweh dengan cara mengakomodir yang 8 dan 20 rokaat, Dengan cara : setelah mendapat 8 rokaat  langsung witir. Dan Yang Ingin Melanjutkan 20 Rakaat pada waktu pelaksanaan ini Mereka Ada yang diam, duduk/ ngopi dan Lain- lain dan ada juga yang ikut witir kemudian melanjutkan tarowehnya. Pertanyaan: Bagaimana hukum taraweh yang disela-selai istirahat ngopi atau sholat witir ? Jawaban : Taroweh Yang diputus dengan sholat sunnah lain ataupun Pekerjaan Lain, dan Kemudian Dilanjutkan Lagi, Maka Hal Ini diperbolehkan Dalam artian Tetap Bisa Dilanjutkan Untuk Menyempurnakan Bilangan Taroweh Hingga 20 Rakaat. Namun Hal Ini menyalahi Yang Lebih Utama (Khilaful Afdlol). Catatan : 1. Ulama sepakat bahwa Masyru' (disyariatkan) sholat tarawih adalah 20 rokaat, sebagaimana ijma' dari shahabat dan Khulafaur Rasyidin. 2. Yang tidak meyakini atas bilangan tersebut termasuk mukholif (bertentangan) dengan ijma para shahabat. ...

65. Waktu Mewuldu'i Jenazah

Deskripsi masalah. Diantara kesunahan2 memandikan mayit yaitu mewudhinya Pertanyaan: 1.  Mewudhui mayit dilakukan sebelum atau sesudah memandikan mayit?  2.  Bagaimana hukum mewudhui mayit Kalo semisal tempatnya mewudhui mayit adalah sebelum memandikan kemudian dilakukan setelah  memandikan? Jawaban : 1. Dalam Memandikan Jenazah Juga Disunnahkan Mewudlu'inya Sebagaimana Kesunnahan Wudlu' Dalam Mandinya Orang Yang Masih Hidup, Dan  Kesunnahan Wudlu' Ini Dilakukan Sebelum Memandikan Mayyit. حاشية الباجوري (ج 1 / ص 471) قوله: (ويغسل الميت) ويسن أن يتوضأ الميت قبله كالحي. ولا بد من كون غسله بفعلنا كما يؤخذ من كلام المصنف: ويغسل الميت، كاشفة السجا - (ج 1 / ص 260) (وأكمله أن يغسل) أي الغاسل (سوأتيه) أي دبر الميت وقبله بخرقة ملفوفة على يساره (وأن يزيل القذر) أي الوسخ (من أنفه وأن يوضئه) قبل الغسل كالحي ثلاثاً ثلاثاً بمضمضة واستنشاق ويميل رأسه فيهما لئلا يصل الماء باطنه التقريرات السديدة 1 / 121 الكيفية المسنونة للغسل - - -إلى ان قال - - الو...